Kemenkes Tanggapi Protes Guru Besar FKUI Soal Dokter Umum Operasi Caesar
Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merespons protes yang disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) terkait kebijakan dokter umum melakukan operasi Caesar tanpa pengawasan langsung dari dokter spesialis. Protes ini muncul sebagai respons terhadap perubahan regulasi yang memberi ruang bagi dokter umum untuk melakukan tindakan obstetri dan ginekologi tertentu, termasuk operasi Caesar, dalam kondisi tertentu.
Dalam pernyataannya, juru bicara Kemenkes menegaskan bahwa kebijakan tersebut diambil untuk meningkatkan akses dan efisiensi layanan kesehatan di tingkat primer. “Kebijakan ini dirancang untuk mengatasi kekurangan tenaga spesialis di daerah terpencil dan meningkatkan pelayanan persalinan bagi ibu dan bayi,” ujar Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, dr. Rini Suryani, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (10/10).
Sejumlah pihak mengkhawatirkan bahwa pelaksanaan operasi Caesar oleh dokter umum tanpa pengawasan langsung dari dokter spesialis obstetri dan ginekologi dapat berisiko terhadap keselamatan ibu dan bayi. Guru besar FKUI, Prof. Dr. Agus Saputra, menyatakan keprihatinannya. “Operasi Caesar adalah tindakan yang kompleks dan berisiko tinggi. Membiarkan dokter umum melakukan prosedur ini tanpa pengawasan spesialis dapat meningkatkan potensi komplikasi,” katanya.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Kemenkes menegaskan bahwa dokter umum yang melakukan tindakan ini harus memenuhi standar pelatihan dan kompetensi tertentu. “Dokter umum yang berpraktek dalam prosedur ini harus telah mengikuti pelatihan khusus dan mendapatkan sertifikasi dari institusi terkait. Selain itu, ada mekanisme pengawasan dan supervisi dari dokter spesialis yang bertanggung jawab,” jelas dr. Rini.
Kebijakan ini juga menegaskan pentingnya kolaborasi dan komunikasi antar tenaga kesehatan. “Kami mendorong agar dokter umum bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, termasuk dokter spesialis, untuk memastikan pelayanan yang aman dan berkualitas,” tambahnya.
Sementara itu, kalangan masyarakat dan organisasi profesi kesehatan ramai mengkritik langkah ini. Mereka berpendapat bahwa keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama, dan prosedur operasi Caesar memerlukan keahlian khusus yang tidak bisa digantikan oleh dokter umum yang kurang berpengalaman.
Menghadapi situasi ini, Kemenkes mengumumkan akan melakukan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan kebijakan ini. “Kami akan melakukan monitoring dan evaluasi secara ketat untuk memastikan bahwa prosedur ini berjalan sesuai standar dan tidak menimbulkan risiko baru,” ujar dr. Rini.
Selain itu, Kemenkes juga mengajak seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kualitas pelayanan kesehatan. “Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dan memastikan bahwa setiap tindakan medis dilakukan sesuai standar dan etika profesi,” tuturnya.
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah juga tengah mempercepat peningkatan jumlah dan distribusi tenaga spesialis obstetri dan ginekologi di seluruh Indonesia, khususnya di daerah terpencil dan pelosok. “Program ini bertujuan agar tidak ada lagi kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi oleh dokter umum yang belum berpengalaman melakukan tindakan operasi besar seperti Caesar,” ungkap Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam wawancara terpisah.
Secara umum, protes dari Guru Besar FKUI menunjukkan adanya kekhawatiran mendalam tentang aspek keamanan dan mutu layanan kesehatan. Di sisi lain, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan akses layanan kesehatan di Indonesia, terutama di wilayah yang masih kekurangan tenaga spesialis. Kemenkes menyatakan komitmennya untuk terus memperbaiki dan menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan di lapangan, demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.